Skip to main content

Diary Of Yogya

Sebelum berangkat ke Stasiun pastikan cek barang-barang yang sudah siap. Sehabis cek perlengkapan berati saya langsung ke sana. Dari Surabaya ke Stasiun dianterin Adik dengan naik sepeda motor. Pagi-pagi kendaraan pada macet padat di Jln Raya Manyar hingga Jln Gubeng Kertajaya. Sampai di sana tiketnya yang dipesan secara online langsung ditukarkan dengan tiket pemberangkatan secara dicetak. Sebelum dicetak periksa scan barcode untuk melengkapi identias lalu dicetak tiket pemberangkatan.; Tiket pemberangkatan Kereta Api dari Surabaya Gubeng ke Stasiun Lempuyangan telah siap di tanganku. Sambil menunggu kereta datang saya mencari duduk yang pas untuk saya. Sebelum duduk baterainya di cas agar baterai siap digunakan. Sehabis itu duduk di kursi dan mengeluarkan buku untuk dibaca.
            Buku yang dibaca yaitu Cerita 3 Masa yang merupakan kumpulan antologi, cerpen, puisi, dan esai yang ditulis oleh peserta 30 Days Writing Challenge jilid 3. Isinya ada tiga masa yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Semenjak 30DWC berjalan membuat penulis merasa seru dan mengambil petik didalamnya. Sebelum berangkat sempatkan waktu untuk menunaikan salat dhuha di Mushola yang dekat dengan ruang tunggu stasiun. Mungkin mengerjakan 6 rakaat 3 kali salam sudah menjadi kesempurnaan bagi saya karena shalat dhuha menjadi sesuatu yang mengerjakan secara Sunnah. Keluar dari Mushola tersebut para penumpang bersiap-siap untuk memeriksa tiket baik cetak maupun online. Khusus pembeli tiket online menunjukkan kartu tanda penduduk. Setelah cek tiket baru dapat koran Jawa Pos hari ini. Duduk di kursi lanjutan ditemani dengan penumpang lain yang ikut naik kereta api.
            Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan telah datang. Saya hendak mencari kereta tersebut namun berada di paling barat. Masuk dari kereta ekonomi 2 dengan nomor kursi 15c. Begitulah kursi empuk ditemani dengan AC yang dingin. Tidak hanya sendirian namun bersama dengan penumpang lain. Kereta api telah berangkat dari Surabaya ke Yogya. Di dalam perjalanan kadang-kadang melihat pemandangan, sempatkan waktu untuk membaca buku, dan membuat puisi dengan kota yang sedang ditempuh. Ada beberapa penumpang yang asik melihat si kecil. Dan namun heran betapa saya dan penumpang perempun dikira suami istri. Padahal saya sendirian dan tidak merasa bukan tipe pacaran. Di lingkungan saya selalu berinteraksi dengan penumpang yang tujuan kemana? Sesuai jawaban penumpang secara jujur.
            Sampai di stasiun Solo Balapan ada kereta api yang dilihat dari warna, seni, gravity, dan konsepnya seperti bus jalur tertentu. Iya kereta itu namanya Joglo Semar (Yogyakarta, Solo, dan Semarang). Kereta Joglosemar adalah kereta yang menghubungkan Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Transportasi ini digunakan untuk memudahkan pariwisata di tiga kota. Lanjut lagi  perjalanannya untuk sampai ke Stasiun Lempuyangan. Di lain hal ada penumpang lain yang bertujuan ke Jakarta hanya sekedar bermain ke rumah tetangga.
            Sampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta suasananya hampir persis dengan Stasiun Wonokromo Surabaya. Bedanya di Jalan dan posisi stasiun yang berbeda. Agar tidak ketinggalan saya sempatkan untuk melakukan shalat dzuhur dan secara jamak takhir. Mengerjakannya delapan rakaat dua kali salam. Sayang di Musholla ini cukup sempit sebab perlu bergantian jamaah yang sedangkan menunaikan ibadah shalat tersebut. Sesudah shalat langsung ke kamar mandi untuk membuang air kecil. Ternyata fasilitasnya cukup keren. Ada wastafel dan saluran pembuangan urine secara otomatis, dan toilet yang jumlahnya luas. Fasilitas hampir setengah rupa.
Keluar dari toilet saatnya makan nasi gudeg. Cukup nikmat nasi gudeg ini dilihat dari bahan dasarnya buah nangka yang sudah jadi sayur. Nasi Gudeg dinikmati sayur lauk-pauk yang segar. Adzan telah berkumadang maka makanan nasi Gudeg dalam keadaan kosong atau sudah kenyang. Kemudian kembali ke Mushola untuk menunaikan shalat maghrib dan isya berjamaah.
Selesainya menunaikan shalat maka keluar dari stasiun lalu saya mencari gojek untuk sampai ke Kampus Fiksi. Ada telepon dari gojek.
“Mas, anda dimana?”
“Ini di depan Stasiun”
“Bisa melangkah ke Jln Layang atau Fly Over
“Haaaa.. bukannya di depan”
“Nggak. Nanti takutnya ada bentrok di sana”
“Oke. Saya ke sana”
Betapa jauhnya menuju ke Jln Layang kedua tas ini dalam keadaan berat dan harus mengeluarkan keringat untuk sampai disana. Pertama-tama harus menanyakan tentang jalan tersebut.
“Mas, tahu jalan layang atau flyover?”
“di arah sana”
“Oh ya terima kasih”
Akhirnya terus melangkah hingga kelelahan. Sampai di sana ingin mencari driver Go-Jek yang sedang melihat. Kesalahannya di miss komunikasi sehingga suara bel membuat suasana terganggu. Justru Driver berjalan di pinggir palang pintu saya kehabisan tenaga dan nekat jalan di sana. Ketemu Driver tersebut lalu untuk sampai kesana diperlukan jalan untuk sampai ke Kampus Fiksi. Anehnya sampai di Kampus Fiksi perhatikan jalan yang tertera di Google Maps. Di keterangan tepatnya di Jln Wonosari KM 7. Akhirnya nyasar di Gendong Kuning berati memasan gojek lagi. Menunggu beberapa lama tibanya Driver kedua. Tujuannya untuk kesana adalah Jln Wonosari KM 7. Memasuki kampung tersebutnya tibanya Asrama Kampus Fiksi yang bersebrangan dengan Divapress.
Antusias ada Mufa Rizal dari Mojokerto senang berada di sini. Obrolannya cukup banyak tentang nyasar jalan di sana. Kagumnya betapa sampai disana saya tidak tahu jalan di tanah Budaya tersebut. Tanpa lama lagi langsung naik tangga di asrama. Inilah ruang asrama Kampus Fiksi dan segera berkenalan disana. Sebagian peserta KF di berbagai daerah untuk mengikuti acara di sini dan berbagi pengalaman seputar sastra dan isi tulisannya.


Bersambung……..

Comments